Rabu, 23 Januari 2013

Jangan Miringkan Sajadahmu!

 
Mengerikan sekali jika membayangkan seorang suami menjatuhkan talak ketiga gara-gara emosi sesaat. sedangkan mereka masih saling cinta. Hasilnya, secara syari’at harus ada laki-laki lain yang mengawini istrinya.

Dalam dunia nyata, kejadian seperti inipun seingkali terjadi. Kiranya Novel “Jangan Miringkan Sajadahmu!” ini dapat jadi renungan bagi para suami-istri.
Cerita awalnya dimulai dengan pertengkaran antara sepasang suami dan istri yang shaleh dan shalihah.dikarenakan si istri tidak mampu menerima kondisi ayah mertuanya. Si istri, Nastiti, merasa lelah mengurus ayah dari suaminya, Jati. Dan pertengkaran itu berakhir dengan jatuhnya Talak Tiga oleh Jati terhadap Nastiti. Padahal mereka masih sama-sama saling mencintai. Karena nafsu dan emosi sesaat sehingga terlontarlah Talak Tiga. Dan mereka tak bisa mengelak dari syariah mereka tidak bisa rujuk sebelum salah satu di antara mereka menikah dengan orang lain.
Sekelumit dialog saat Jati mendatangi Kyai Badawi, gurunya di pondok pesantren tempat dia mengenyam pendidikan.
“Astaghfirullahal ‘azhiim…! Kenapa bisa begitu, Jat? Kenapa kamu bisa sampai menalak istrimu tiga kali sekaligus?! Apa kamu tidak tahu akibat dari talakmu ini?!”
“Saya tahu, Pak Kiai… Ssss… Saya… Ingin minta tolong kepada Pak Kiai. Saya sangat mencintai istri saya, Pak Kiai. Saya tidak ingin berpisah dengannya. Sss… Saya… Ingin kembali menikahi istri saya, Pak Kiai…,” tangis Jati memelas.
“Nggak bisa, Jat! Walau kamu menangis darah sekalipun, nggak mungkin kamu bisa langsung menikahi istrimu lagi. Kecuali jika istrimu sudah menikah lagi dengan laki-laki lain, itu pun kalau suami baru istrimu itu mau menceraikan istrimu. Kalau tidak, kamu ya tetap tidak bisa menikahi istrimu lagi, Jat, seumur hidupmu…!
Terbayangkah bagaimana rasanya bila sepasang suami-istri yang shalih-shalihah, hanya sebab emosi sesaat, terlontarlah talak tiga?! Maka, jatuhlah talak yang penuh nafsu emosi itu, terpisahlah cinta dan kasih itu. Demi syariah, maka harus ada laki-laki lain yang menyelai cinta suci mereka berdua. Demi syariah yang ditetapkan Allah Swt., Jati dan Nastiti menerima sosok Hafizh dalam kehidupan mereka. Tetapi, rupanya harga diri, emosi, cinta, cemburu, nafsu, sesal, getir, patuh, dan rasa takut kehilangan, sungguh tidak sesederhana itu. Apalagi selalu ada setan yang tak kunjung capek menarik-narik sajadah kepatuhan di hati mereka agar tidak lurus kembali.
Sampai akhirnya Jati jatuh sakit karena memendam cinta dan penyesalannya terhadap Nastiti. Dan Jati meninggal meninggalkan cintanya dalam pelukan yang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar