Syariat berumah tangga dalam Islam bertujuan agar setiap umat Islam
dapat hidup dalam keluarganya dengan penuh ketenangan dan rasa kasih
sayang di antara seluruh anggota keluarga. Dalam menghadapi konflik
rumah tangga yang tak berkesudahan yang menyebabkan tidak memungkinkan
lagi untuk hidup bersama, Islam menetapkan syariat talak (cerai oleh
pihak pria) dan khuluk (melepaskan diri oleh pihak perempuan).
Namun, bagaimanakah hukumnya seorang suami yang telah menjatuhkan
talak pada istrinya, tapi dia melakukan hubungan suami istri dengan
istrinya tersebut pada masa idah?
Menurut Ustaz Bachtiar Nasir, dalam praktiknya, Islam tidak langsung
memisahkan antara suami dan istri itu melalui instrumen talak, akan
tetapi masih memberikan waktu dan kesempatan bagi suami untuk berpikir
ulang sebelum memutuskan. Waktu menunggu inilah yang disebut dengan masa
idah. Kata 'idah' berasal dari bahasa Arab yang berarti "hitungan".
Menurut syara ialah masa menunggu bagi perempuan yang dicerai oleh
suaminya, apakah karena cerai hidup atau cerai mati. Masa idah hanya
berlaku bagi perempuan yang sudah digauli suaminya. Sedangkan perempuan
yang dicerai suaminya sebelum digaulinya tidak mengharuskan adanya idah.
"Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi
dengan cara yang makruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak
halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan
kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami
istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa
atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus
dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya.
Barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang
yang zalim. (QS al-Baqarah [2]: 229).
Menurut sebagian ulama, berhubungan suami istri di masa idah adalah
halal dan merupakan tanda rujuk yang dilakukan suami baik dengan niat
ataupun tidak, karena dalam talak raj'i (dapat kembali) status perempuan
itu masih istri suaminya, di mana suami masih wajib menafkahi istrinya
dan mereka masih saling mewarisi hingga habis masa idahnya. Jika habis
masa idah seorang istri tanpa ada rujuk maka saat itu dia sudah menjadi
orang lain bagi suaminya dan putuslah hubungan perkawinan mereka.
Hubungan suami istri pada masa idah adalah salah satu bentuk rujuk
dan si wanita kembali menjadi istri dari suaminya, dan dengan demikian
selesailah masa idahnya.
Namun, untuk keluar dari perbedaan pendapat, sebaiknya suami
menyatakan keinginan untuk rujuk dengan istrinya dan disaksikan oleh dua
orang saksi dari kalangan umat Islam sehingga orang di sekitarnya tahu
bahwa dia telah rujuk kembali dengan istrinya. "Apabila mereka telah
mendekati akhir idahnya maka rujukilah mereka dengan baik atau
lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi
yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu
karena Allah. (al-Thalaq [65]: 2).
Harus diketahui pula bahwa rujuk itu hanya dapat dilakukan dalam
talak raj'i serta pada masa idah, karenanya jika talak itu adalah talak
yang ketiga kalinya (talak ba`in) atau sudah habis masa idah istri maka
tidak boleh lagi dilakukan rujuk. Wallahu a'lam bish shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar